Menyoal Ka Puskesmas Non Dokter di Rapat IDI

Standard

IDI Hari ini ikut rapat IDI, dan memberikan laporan sehubungan dengan adanya kejadian ini dengan kaitannya mau mengadakan acara seminar ini. Tapi kok di dalamnya jadi acara bicarain masalah hak dan kewajiban ka puskesmas. Hal ini jadi agak “anget” karena sejak beberapa waktu lalu Kabupaten Probolinggo mulai menerapkan kebijakan yang sering jadi masalah ini ..

Mulai diangkat lagi ke permukaan berhubung sekarang harus ada “pembagian jatah” yang jelas, rumah dinas untuk siapa, mobil puskesmas keliling boleh dipakai untuk rapat dinas atau ngga, dokter ke-2 atau ka TU yang mewakili bila ka puskesmas berhalangan rapat .. n so on ..

Karena di Puskesmas Krejengan ini saya single fighter maka masalah ini belum terasa banget membebani pikiran .. malah rasanya lebih baik cepet-cepet dapat dokter ke-2, biar bisa sering nge-blog karena hitungan beban tugas dengan menggunakan WISN (workload indicator staff need) ternyata untuk saya 1,87. Yg berarti memang harus ada sedikitnya dua orang dokter di puskesmas ini.

Tadinya sih masalah itu udah agak terlupakan kalo nda ngeliat perbincangan Cakmoki dan Bu Astri di sini, jadi kepikiran pengen nulis masalah ini..

Latar belakang
Sekitar bulan-bulan di akhir tahun 2007 mulailah bermunculan wacana akan terjadi pergantian peran kepala puskesmas yang selama ini hanya dipegang oleh dokter dan dokter gigi menjadi sarjana kesehatan apapun itu. Sebenarnya ya bukan barang baru juga sih .. karena dari mulai PTT tahun 1999-2001 itu juga udah pernah jadi masalah yang berakhir dengan tergusurnya Kepala Dinas Kabupaten Tabalong yang merupakan babak akhir perseteruan dokter yang masih ingin bertahta sebagai ka pus dan kadinkes. Isue itu pula yang digulirkan di Kabupaten Probolinggo ini. Hanya saja kali ini terlihat beberapa motif lain yang ikut mewarnai.

  • Mulai diberlakukannya PP41/2007 yang memaksa dinas kesehatan harus “merampingkan” strukturnya. Sehingga waktu hitungan, orang yang terdepak ada 19 orang. Tidak semuanya SKM, ada beberapa orang yang sarjana teknik dll yang entah kenapa dulu bisa diterima ke lembaga teknis spt dinkes. Dalam keadaan demikian tentu saja kepala dinas tidak tinggal diam. Langkah penyelamatanpun dipersiapkan.
  • Perlawanan terjadi. Berdasarkan produk hukum Kepmenkes 128/2004 yang mencantumkan bahwa yang boleh menjadi ka puskesmas adalah sarjana kesehatan, maka bagi staf dinas kesehatan yang latar belakang pendidikannya bukan kesehatan. Mulai upaya nego ringan berupa bincang santai sampai dengan pendekatan kepada Sekda yang berakibat teguran keras kepada kepala dinas dilakukan IDI, yang memperkirakan dengan dilengserkannya anggotanya hanya menangani fungsional side, akan mengurangi rejeki. 🙂
  • Pelantikan pun terjadi juga. Kebanyakan puskesmas masih dipimpin dokter atau dokter gigi, sedangkan beberapa teman-teman yang kena perampingan harus pindah ke dinas lain dan sisanya seperti yang telah dipertengkarkan berbulan-bulan, masuk ke puskesmas sebagai kepala puskesmas dan dokter yang ada di puskesmas tersebut sebagai dokter puskesmas saja. Keputusan ini nampaknya juga berkaitan dengan beberapa orang dokter yang juga telah ditanya oleh kepala dinas dan tetap memilih pekerjaan sebagai fungsional, ada juga yang memilih struktural tapi tetap dilengserkan, dan ada juga yang memilih struktural tapi sekarang malah sekolah PPDS.
  • Babak barupun dimulai. Pergesekan ringan macam duduk rapat ka pkm yang pada nggerombol mana sisi dokter mana yang bukan, persaingan dalam setoran retribusi, laporan dan perolehan program, sampai dengan yang segera akan diatur oleh dinkes yaitu hak dan kewajiban dokter dan kepala puskesmas, karena berkaitan dengan pemanfaatan rumah dinas dan mobil puskesmas keliling yang untuk sementara ini baru satu-satu untuk kebanyakan puskesmas.

Bahasan

Mencermati kejadian-kejadian yang mau tidak mau menimbulkan rasa takut, miris dan sedih terhadap perpecahan yang sempat terjadi di jajaran kesehatan. Langkah-langkah yang penuh perhitungan sudah selayaknya harus dilakukan demi tidak merosotnya kinerja kesehatan yang saat ini selalu dalam sorotan.

  • Menurut saya pasca pelantikan adalah masa untuk melaksanakan tugas, disini sudah bukan masalah lagi siapa ka puskesmas dan siapa dokter yang seharusnya sudah diatur sesuai SK masing-masing. Dengan memperpanjang masalah dan pergesekan dokter  dan non-dokter akan menurunkan semangat kerja baik di kalangan yang berkonflik, maupun di jajaran staf puskesmas yang ditempati oleh ka puskesmas baru.
  • Pada saat seperti ini seharusnya IDI lebih bisa legawa merangkul teman-teman yang berjuang bersama menjamin kesehatan bagi rakyat probolinggo bukan malah menciptakan konflik horizontal.
  • Pada saat terjadi konflik, akhirnya tujuan aslinya menjadi hilang. Andaikan memang yang diperjuangkan adalah kesejahteraan, maka tujuan ini menjadi hilang karena, kesejahteraan pimpinan puskesmas yang pernah direncanakan menduduki eselon 3b sekarang hanya eselon 4a. Kesejahteraan hanya diukur dari SHU yang dihasilkan oleh puskesmas setiap tahunnya.
  • Memperjuangkan undang-undang harusnya juga dilandasi kaidah hukum yang berlaku. Kalau dilihat secara sendiri-sendiri, memang selama belum dikeluarkannya aturan yang berlaku maka aturan yang ada bisa digunakan. Misalnya dengan kepmenkes 128/2004 ini. Namun demikian seharusnya juga disadari bahwa aturan ini secara legal sebenarnya sudah tidak berlaku lagi. Dilihat dari bahwa PP 41/2007 yang lebih tinggi (dikeluarkan presiden) bertentangan dengan kepmenkes 128 ini. Otomatis kepmenkes ini sebenarnya tidak bisa lagi dijadikan rujukan. Pemakaian Kepmenkes 128/2004 mestinya hanya sebagai asumsi tidak bisa lagi sebagai dasar hukum. [Bener ngga temen-temen yg belaja hukum?].
  • Masalah keberhasilan manajemen puskesmas. Tugas seorang manajer puskesmas adalah menjamin agar kegiatan dapat terlaksana, artinya sebelum proses terjadi unsur input harus terpenuhi semua. Manajer yang baik harus bisa menjamin ini. Ketenagaan harus terpenuhi, anggaran berbasis kinerja sudah tersusun, sarana prasarana sudah mencukupi dan kelengkapan aturan-aturan, juklak-juknis yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan ada. Setidaknya untuk mengambil hati staf, kemudahan pelaksanaan kegiatan yang didasari pemenuhan input tersebut menuju pada kesempurnaan.
  • Masalah keberhasilan program adalah tanggungjawab bersama antara manajer puskesmas dan pelaksana teknis pelayanan (dokter). Seorang manajer yang sudah menentukan perencanaan dengan memberikan unsur input yang baik demi terlaksananya kegiatan, membagitugas (organizing) dengan merata, ikut mengawasi pelaksanaan kegiatan -termasuk didalamnya pembuatan pertanggungjawaban kegiatan – dan memberikan kesempatan untuk evaluasi kegiatan seharusnya dapat dikatakan sudah melaksanakan fungsinya sebagai kepala puskesmas.
  • Apakah dengan demikian tugas seorang dokter akan tidak ada? Berkurang ya, tidak ada mustahil! Seorang dokter puskesmas yang baik tahu persis bahwa di puskesmas ada kegiatan yang berupa UKP dan UKM. Upaya Kesehatan Perorangan adalah kegiatan medis teknis untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada individu yang membutuhkan, kuratif-rehabilitatif, masuk didalamnya kegiatan rawat jalan, rawat inap dan kegiatan-kegiatan yg menunjangnya. Upaya Kesehatan Masyarakat adalah kegiatan membina kemandirian masyarakat agar bisa hidup sehat (promotif=diwujudkan dengan promokes dan kesling, serta program-program inovatif) dan menanggulangi permasalahan-permasalahan yang sudah ada dan atau yang kemungkinan berkembang (preventif=diwujudkan dalam kegiatan P2M, Peningkatan Gizi Masyarakat dan Kesehatan Keluarga). Peran dokter disini di UKP dan UKM. Ya! di keduanya. Berbeda dengan teman-teman yang menganggap bahwa UKM itu miliknya Ka PKM dan Poli miliknya dokter, saya melihatnya seperti ini :
    • Disinilah letak kerjasamanya bisa dibina antara dokter dan manajer puskesmas (dokter atau bukan dokter).
      Manajer menyediakan kebutuhan pelaksanaan kegiatan pelayanan dan program, mengawasi pelaksanaan dan bersama-sama mengevaluasi. Dokter melaksanakan koordinasi kegiatan pelayanan UKP dan teknis pelaksanaan program UKM.
    • Alasan pelaksanaan tugas manajer dan dokter seperti ini adalah didasari manajer tugasnya manajemen, POAC tapi berangkat dari umum menuju khusus, sedangkan dokter adalah fungsional sejak awalnya, kerjanya fungsional berangkat dari khusus menuju umum. Dengan demikian puskesmas akan punya tim yang tangguh dalam melaksanakan kegiatan sehari-harinya.
    • Apakah dokter akan kekurangan penghasilan karena biasanya dapat ceperan dari kegiatan-kegiatan program yang selalu kental dengan proyek-proyek? Kata siapa? Dengan bentuk remunerasi jasa medis seperti sekarang ini, seorang dokter akan dapat jasa 50% dari jasa medisnya. Ini banyak bila yang duduk di pelayanan adalah dokter bukan mantri atau bidan. Karena dengan demikian media promosi praktek sorenya pun bisa dari situ.
    • Apa kepala puskesmas akan kekurangan rejeki? Dari remunerasi ka pkm langsung dapat 5% dari total dan itu sah. Kemudian dari kegiatan-kegiatan program pasti akan ada sisihan karena tanggungjawab peng-spj-an ada di ka pkm.
    • Tentang siapa yang turun ke lapangan untuk kegiatan UKM, dua-duanya kalo mampu, bila dokter puskesmas pandai menyuluh [ada yang ngga, lho] dan ka pkm jago advokasi [ada juga ka pkm yang tinggal di dpn meja aja] wah itu berkah banget buat pkmnya, dan bisa giliran. Kalo hanya satu orang yang jago ngomong ke masyarakat ya udah pada tempatnya kalo dia yang dapat rejeki uang jalan ke desa.
    • Pasal siapa yang blh menggunakan ambulans pusling, ya kalo cuma 1 ya berbagi saja, bila ada rujukan ya pelayanan, kalo ngga ada ka pkm mau pake untuk rapat ya diikhlaskan, karena dia juga mengemban amanat yang sama pentingnya ..  menjamin pelaksanaan kegiatan dan monitoring evaluasinya, toh bisa sekalian ke dinas ka pkm ngebon obat yang habis atau kurang, bawa laporan, minta alat minta orang dst dst.
    • Siapa yang tinggal di rumah dinas? Ya kalo dokter belum punya rumah di sekitar kecamatan dan mau praktek. Ya mestinya untuk dokternya ya.. Lha kalo 2-2nya dokter dan masing-masing ingin praktek, ya mestinya yang dokter pertama yang dikasih kesempatan kan dia pada kegiatan sehari-hari hanya ngurusi manajemen. Dokter ke-2 pada tempatnyalah mengalah.
    • Siapa yang mewakili ke rapat kepala puskesmas, menurut saya yang bener sih untuk urusan ini adalah ka TU, karena dia seharusnya jadi orang ke 2 yg paling tahu manajemen puskesmas.
    • Kalo saya ditanya kombinasi yang paling saya senangi karena saya dokter saya lebih senang ada dokter pertama dan dokter kedua. Satu jadi ka pkm, yang kedua jadi penanggungjawab pelayanan dan program. Lho, SKM-nya kemana. SKMnya jadi ka TU, itukan yang saya senangi.

Ok deh kayaknya udah waktunya nanya pendapat temen-temen .. gimana ? ada yang punya pengalaman serupa?

46 thoughts on “Menyoal Ka Puskesmas Non Dokter di Rapat IDI

  1. Kalo saya ditanya kombinasi yang paling saya senangi karena saya dokter saya lebih senang ada dokter pertama dan dokter kedua. Satu jadi ka pkm, yang kedua jadi penanggungjawab pelayanan dan program. Lho, SKM-nya kemana. SKMnya jadi ka TU, itukan yang saya senangi.

    saya pilih ini …r
    Karena dari sisi lintas sektoral dan kultural lebih bisa menggambarkan peta kesehatan di wilayah kerjanya berdasarkan berbagai aspek, misalnya epidemiologi, gambaran singkat penyakit, sistem referal dll…
    Gak lucu lak an kalo tiba-tiba ditanya Pak Camat tentang DBD malah dijawab grafik dan angka… padahal yg mereka inginkan adalah DBD secara meyeluruh …

    Secara kultural tak bisa dipungkiri bahwa di mata masyarakat seorang Ka Pusk identik dengan dokter … mereka tahunya pak dan bu dokter… lha gimana, pakemnya udah gitu je…

    hehehe … kalo rejeki mah, dah ada yang ngatur, praktek sore seorang dokter bukan melulu keinginan dokter mencari tambahan nafkah sesuai kompetensinya, tapi juga kebutuhan masyarakat di segmen yang berbeda…

    Halah..maaf Mas, komen kebanyakan 😀

  2. Halo…
    Saya sebagai pengamat, melihat Dokter masih lebih pas untuk menjadi Ka Puskesmas, karena penguasaan tindakan pelayanan di Puskesmas lebih banyak sebagai RS kecil. Untuk yang berurusan dengan Penyehatan masyarakat dan lingkungan itulah yang sebaiknya dilakukan yang punya disiplin ilmu disitu.
    Data penyakit yang tercatat di Puskesmas sdh bisa dipilah mana yang mempunyai kepentingan ke klinik, dan mana yang berkaitan dengan masalah lingkungan.
    Pemisahan itulah letaknya soal koordinasi yang mengatur urusan koordinasi gawean.
    Masalah yang nampak sekarang memang ada yang kurang dalam proses pemilahan. Maka sejak KKN di desa, mahasiswa-mahasiswa FK, FKG, Farmasi terjebak dalam tugas statistik lapangan versi FKM yang menyimpang dari disiplin klinik yang dimilikinya. Ada yang rancu nampaknya.
    Maaf jika menyimpang dari rel… heeee

    Salam

  3. Data yang teramati oleh saya, memperlihatkan bahwa pemisahan tugas tidak dilakukan berdasarkan masalah yang ada untuk lingkup pengambilan keputusan di tiap tahap/level manajemen.
    Proses perencanaan misalnya, hanya copy dan paste dari apa yang terdahulu. Tidak ada pendekatan rasional. Yang ada pendekatan berdasarkan daftar kebutuhan untuk mendapat anggaran….
    Mesti ada generasi yang memperbaiki proses ini… yang terbebas dari permainan mencontek ke praktek masa lalu.

  4. Ya.. bener banget cak.. ngga pernah saya penyuluhan ke desa atau advokasi ke kecamatan tanpa penjelasan penyakit ini sebabnya apa, ngatasinnya gimana, penyebarannya sejauh apa, cara penularan bagaimana yang kadang sambil menyuluh otak terus jalan nyarikan bahasa yang mereka mengerti. Disisi lain ilmu ini bisa dipelajari, saya pernah ketemu perawat (kapus) di Pontianak yg bener2 ngerti tentang gizi buruk, sampai ke aspek medis teknisnya.

    Secara kultural tak bisa dipungkiri bahwa di mata masyarakat seorang Ka Pusk identik dengan dokter … mereka tahunya pak dan bu dokter…

    Ya, lembaga puskesmas itu memang udah sedemikian teknisnya.. sampe2 semua org bisa jadi dokter. Saya kdg2 suka tersinggung kalo mantri kecamatan sebelah mengirim pasien dan pasiennya bilang dari dokter anu .. hehehe .. kadang2 yg kayak gini ngurangin motivasi ..

  5. Gini Ya temen temen semua seprofesi kesehatan..
    apakah drg,dr,apoteker,peerawatan dll…………………..
    Sy rasa yang cocok jd Ka.Puskesmas pastilah SKM..
    Skrg gini deh apa iya dokter paham soal managemen puskesmas…secara teori pastilah paham skm sebab kuliahnya bukan klinis….
    beda halnya dengan dokter yang kuliahnya patologi dll…
    Klo soal DBD,Diare dll……..
    sebenarnya SKM dpt dengan gamblang menjelaskan itu sebab ada epidemiologi…beda dengan dokter yang memiliki kapasitas mengobati …
    ya memang upaya kesehatan itu tdk hanya kuratidf dan rehabilitatif saja…..harus ada preventif dan promotif..
    skrg Anda yang baca komentar saya…
    coab anda dulu pernah sakit Hepatitis yang kronis shg mengancam nyawa anda…
    apakah anda tdk mencegahnya agar kondisi jd lebih baik??
    soal kompetensi SKM cocok sebab klo upaya kuratif dan rehabilittif tanpa manajemen puskesmas yang baik bakal kacau puskesmas itu…
    bukankah dokter lebih identik dengan bangsal pengobatan???

    ya yang bisa mengobatikan dokter…bener gak???

    jd hidup SKM jd pemimpin PUSKESMAS…….

    THX…………….

    bUat TEMEN2X dokter Ya..hrz bagi2x tugaslah…

    coz hrsnya dokter itu ke spesialiskan???????????????

    setuju?????????????????

  6. SKM memiliki skill yang siap pakai jd Kepala PUSKESMAS..
    BUkankah dokter identik dengan upaya pengobatan…
    manajemen handal di pelajari di kuliah FKM…
    Beda dengan kuliah FK,FKG,,berdasarkan klinis murni tanpa aspek sosialnya…
    coba bpk jelaskan patofisologi suatu penyakit x…dengan menggunakan bahasa medis murni pasti masyarakat bingung

    skm lebih cocok menjadi kepala PusKesMas..
    namanya juga Sarjana Kesehatan MasyarakatKan…….

  7. Sebatas renunganku, tak bermaksud apa-apa :
    Saya kurang mengerti mengapa ada pendapat “dokter harus membagi tugas kepada SKM” seperti tulisan No.7 diatas, sebab kalo begitu maka yang membagi tugas harus memimpin.
    Kayaknya ambil tugas deh masing masing, urusan siapa yang punya kelebihan dalam Kepemimpinan itu soal Skill personal.
    Kesehatan terdiri dari masalah kompleks yang ada ahlinya masing-masing.
    Kecuali itu spesialistik misal Poli Bedah, maka dokterlah yang paling cocok, itupun mungkin bukan dr. syaraf. semua orang juga tahu…
    Tapi puskesmas tugasnya kompleks kan ?? mengapa ada yang pasang kuda-kuda??? SKM mestinya kan punya juga spesialistik dikemudian hari? (sekarang?)

  8. Sekarang sudah ada sebenarnya pak spesialisasi .. yang saya tahu FKM-UI .. soale istri saya alumni sana ..
    Istri saya dulu SKM dengan peminatan Gizi. Sekarang malah udah jadi gelar tersendiri SGz. Sarjana Gizi.
    Teman kita ini cuma karena tinggal dibawah tempurung aja jadi ngga tahu keadaan .. mungkin malah belum lulus ..
    Kalo dia udah kerja di daerah nanti baru berasa. Dia pikir pemda tuh gampang kali ngambil tenaga dg status PNS .. pertimbangan daya guna .. SKM dan Sarjana Kedokteran sama saja dalam keilmuan. Hanya beda penekanan. Apa yang disebut Mechiho itu juga diajarkan di FK. Setelah lulus sebagai SKed kami harus praktek lagi untuk mendapatkan gelar Dokter.
    Tanpa bermaksud mengecilkan gelar kesarjanaannya MEchiho ini jelas bukan SKM yang diajari kebijakan. Karena dia mestinya tahu .. di KEpmenkes 128/II/2004 sudah disebutkan bahwa yang jadi ka PKM itu (dr. drg. dan Sarjana Kesehatan) termasuk diantaranya SKM.
    Jadi nda usah ngotot2 juga pasti dipersilahkan. Hanya saja pemda biasanya lebih memilih dokter kalo di satu puskesmas mau ditempatkan skm atau dokter.
    Mau ngomong bagaimana juga SKM nda bisa ngerjain tugas medis. Sebaliknya dokter sudah banyak yang dikirim ke Jakarta bertemu presiden (catat ya mas Mechiho) KARENA KEPEMIMPINAN TERHADAP UNIT YANG DINAMAKAN PUSKESMAS. BUKAN KARENA MENGOBATI PASIEN.
    Saya tidak menyangkal bahwa ada saja Puskesmas yang berhasil dipimpin oleh SKep, atau SKM. Tapi beralasan bahwa Manajemen itu hanya bisa dipelajari di bangku kuliah itu sumir sekali.
    Bahkan kalaupun itu benar .. kami (maaf) DOKTER INDONESIA pasti diberikan pengetahuan manajemen kesehatan Masyarakat, bahkan kami harus praktek dulu di PKM yang anda cuma dapat lewat KKN, mas Mechiho. Lho ini tadi buat pak Sjahrir apa Mechiho. Hehehe ..
    Management itu Skill & Art. Seorang yang dapat cum laude kalo disuruh mimpin puskesmas yang kecil saja bisa berantakan kalo nda punya seni leadership.
    Setuju Pak Sjahrir?
    Saya bukan mengagung-agungkan dokter. Saya juga banyak lihat yang kerjanya ngga bagus .. saya hanya ingin tidak terlalu bangga dengan gelar sarjana. Karena itu belum seberapa sampai terbukti kita berhasil eksis ditengah masyarakat.
    Sekian .. hos .. hos.. *lirak-lirik kalo2 ada batu melayang*

  9. Saya mesti juga siap2 merunduk Pak.
    Soalnya BOLA panas bergelinding memantul-mantul …heheee.
    ayo cuci tangan lagi… kita kerja.

  10. menurut sy………..
    bukannya ngotot……………
    begini ya,,,,,coba lihat apa yang terjadi di puskesmas skrg…
    kmrn wkt sy di puskes PBL…Hal miris terjadi…
    puskesmas dijadikan sarang upaya pengobatan saja tanpa ada upaya mencegah terjadinya penyakit di masyarakat…
    sy rasa ilmu kepemimpinan lebih banyak di kurikulum KESMAS dr pada yang lain…hanya saja kaum dr,,,atau drg telah lebih dulu memimpin puskesmas….
    lagi pula upaya begitu masuk puskesmas skm hanya 3a tidak seperti dr atau drg langsung 3 b karena profesi..
    Ini pula menuntut skm harus menjadi m.kes..klo mau star bareng dg dr atau drg…
    yang jelas sy tidak ngotot hanya saja klo melihat puskesmas idektik dg upaya mengobati dan tanpa ada upaya mencegah sy kurang setuju………
    bagi tugas maksudnya dokter itu identik mengbati bukan..
    skm identik mencegah dan manajemen bukan?????
    Itu yang sy maksud…………………………….
    mohon maaf sy berargumen sj….

    Yang jelas menurut sy semua tenaga kesehatan harus tahu tupoksi kita masing2x…………………….

    buat dragustus…………………………..
    kita kesmas lewat namanya PBL pak..
    jd tidak kalah dg kompentensi anda sbg dr..
    maaf …..kesmas melewati pbl 1,2 , 3 identifikasi penyakit masyarakat,,,sy yakin anda identifikasi penyakit fisik personal sj…jd menurut sy skm layak tuh jd pemimpin puskesmas…
    bukannya bangga akan gelar dan lainnya…….
    bukannkan anda bangga dengan dr…
    ya…kesmas juga bangga dunk dg SKM.>>>.

    OK gUYS…………………

    MOHON MAAF!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

  11. roby johan

    Puskesmas adalah Pusat Kesehatan Masyarakat. Bukan Pusat Kesakitan.
    Jadi yang datang ke Puskesmas seharusnya tidak hanya orang sakit…””””

    Harusnya sistim kesehatan nasional dikaji lagi….
    nonton tuh sick O

  12. Mas Mechiho coba anda baca dulu tulisan saya disini
    Nanti kalo sudah ada gambaran bagaimana saya juga mbelani SKM, anda komentar lagi deh .. trus tolong agak banyak baca-baca dulu yach .. nanti kalo waktunya anda turun ke masyarakat .. anda pasti akan jadi tertawaan saja .. alih-alih orang mencari anda untuk penyelesaian masalah .. malah nanti nyari dokternya .. apa anda nda malu jadinya .. sekarang saya lolosin komen anda. soale banyak hal lucu yang patut ditertawakan orang banyak, lumayan sekalian buat hiburan teman-teman *sadis mode ON*

  13. Salam Kenal, Mas Roby Johan
    kalau diteruskan bisa juga begini mas .. Kalau puskesmas punya kegiatan keluar tidak hanya berupa pengobatan massal atau puskesmas keliling. Tapi juga kepada orang yang tidak sakit yang mungkin tinggal dilingkungan “yang sakit” atau berprilaku “yang menyebabkan kesakitan”
    Ya, dalam hal ini kami juga sudah melaksanakan itu .. Pengobatan hanya 1 dari 6 program wajib puskesmas.
    SKN saya sulit berkomentar, saya baru ditugaskan di 2 puskesmas, agak sulit memandang Indonesia secara utuh bila pembandingnya hanya wilayah kerja saya yg tidak seberapa. Tapi semangat pemberdayaan sepertinya sudah ada dalam SKN, jadi tidak melulu tentang kesakitan .. atau ada yg spesifik dalam SKN yg mas Roby soroti ?

  14. roby johan

    Salam kenal ,mas/mbak draguscn
    Yang lebih spesifik adalah pelaku atau subyek dalam sistim kesehatan nasional. Tapi seharusnya kita akui saja adanya kesenjangan dalam sistim kita dikarenakan kedangkalan berpikir pada subyek nya.
    Saya bermimpi suatu saat semua komponen(komponen kecil) di “Sistim Kes Nasional” (maksud saya ada dokter,bidan,perawat,sanitarian,ahli gizi, ahli kes mas,wakil dari masyarakat(kalo bisa). ) duduk bersama dalam komunitas yang penuh dengan kerendahan hati dari masing-masing unsur terkait untuk menyamakan visi dan menata misi kembali menuju “INDONESIA SEHAT”

    Artikel “Menyoal Ka.Pusk non Dokter di Rapat IDI” tidak ada salah nya penulis(artikel tersebut) beropini, akan tetapi coba anda baca kisah Paul S Otellini (CEO Intel) dalam recode your DNA by Rhenald Kasali(kalo bisa anda baca keseluruhan buku tersebut!)(kalo sudah baca ya gak pa pa….).

    mas/mbak draguscn….
    Perubahan pada dasarnya bukanlah menerapkan teknologi, metode, struktur, atau menajer menajer baru.
    Perubahan pada dasarnya adalah mengubah cara manusia dalam berpikir dan berperilaku(rhenald kasali)

    • Terima kasih masukannya Mas Roby
      Kebetulan saya juga penggemarnya pak Rhenald dari buku Change. Ya, saya udah khatam baca Recode Ur DNA. Intinya sama perubahan.
      Saya jadi ingat di tahun 2000 saya dan 50an ka pkm lainnya diundang pak menkes (waktu itu) dan kita diajak diskusi ttg perubahan pola pikir di dalam program-program puskesmas.
      Teori Pemberdayaan (yg sebagian besar tentang perubahan perilaku) jadi tema khusus. Tidak hanya berkaitan dengan perubahan di masyarakat dengan kaitannya dengan sikap prilaku yang tidak sehat. Akan tetapi juga enterpreneurship di lembaga puskesmas sendiri. Pengutamaan kepuasan pelanggan, jaga mutu dll mulai dituangkan dalam bentuk kebijakan dan petunjuk teknis. Saya baru baca juknis detilnya punya Menpan tahun 2003-2004.
      Dan ya .. sejak itu konsep mengubah perilaku kerja mulai kedepan. Beberapa penunjang sistem ini misalnya munculnya konsep Badan Penyantun Puskesmas (wakil masyarakat), Desa Sehat (sekarang baru sampai tahap desa siaga), Puskesmas Enterpreneur (sampai Balanced Score Card sekarang juga udah diadopsi) dst dst ..
      Dalam tataran kecil, ya kami memiliki kesempatan duduk bersama di microplanning untuk mencapai kecamatan sehat, kabupaten sehat (sampai situ sy ikutnya) dst. dan ya unsur masyarakat, baik dari tokoh, LSM maupun organisasi kepemudaan sudah terlibat. Jadi negara ini memang sedang menggeliat untuk berubah .. mungkin kalo di kurvanya pak Rhenald itu sedang tahap tanjakan.
      Tak terhitung banyak-nya hambatan luar dalam utk pelaksanaan perubahan tersebut .. bahkan masalah kecil (ya benar-benar kecil) seperti tulisan dalam posting ini.
      Yg saya maksud disini sekedar menceritakan kondisi spesifik lokal di kabupaten probolinggo. Jadi tentu saja berbeda kalo diterapkan di perkotaan atau sekelas metropolitan jakarta misalnya.
      Pandangan bahwa puskesmas hanya bersifat kuratif tentu saja bagi yang sudah menjalankan program-program pemberdayaan jadi sangat tidak realistik. Meskipun juga harus diakui tidak semua berada dalam pola pikir yang sama.
      Bottom line is ini sudah bukan mimpi, hanya saja perlu keterpaduan gerak secara keseluruhan. Karena itu butuh dukungan semua pihak. Bukan hanya dari komponen kesehatan tapi juga pemangku kepentingan. Karena itu saya agak nyinyir bila ada komponen kesehatan sendiri malah merasa lebih hebat dari yang lain. Ini kerja bareng untuk tujuan besar..

      Hehehe kepanjangan kayaknya nih …

  15. Kog pada ribut pingin jadi Ka. Puskesmas ya ? Di tempat saya dokternya 2. Satu sudah PN satu masih kontrak. Yang kontrak jelas tidak bisa jadi Ka Puskesmas. Tapi yang udah PN pun nolak. Akhirnya, saya yang cuma tamat SMA, yang jadi TU nya Puskesmas, diberi tugas lagi untuk Plt. Ka. Puskesmas oleh Sekda. Alasannya barangkali pengalaman kerja di Puskesmas aja. Soalnya, saya di Puskesmas udah sejak tahun 1984. Berapa tahun itu ?
    Kerja Ka Puskesmas adalah membagi tugas staf sesuai bidang keahliannya. Dan kalau ditanya soal sakit penyakit, tentunya tidak harus Ka Puskesmas yang menjawab, ada stafnya yang ahli soal itu. SBY juga tidak tidak paham semua hal, tetapi beliau menggunakan orang lain untuk melaksanakan program-programnya. Bukan begitu ?

  16. Aslinya ngga ribut-ribut banget kok pak Lukas. Hanya saja ada yang masih belum mengerti bahwa spesifisitas daerah sekarang mewarnai bagaimana kita berpikir.
    Saya sependapat bagaimana mengaturnya adalah sebagaimana saya sampaikan di posting di atas. Dan itu bisa dilakukan oleh disiplin ilmu apa saja.
    Kalo orang langsung baca pendapat saya diakhir (apalagi jadi lebih menonjol karena di-quote oleh cakmoki) tentang bagaimana yang saya inginkan tentu saja seakan-akan saya tidak setuju ada SKM atau disiplin ilmu lain sebagai manajer.
    Kebutuhan tenaga kan sangat spesifik di tiap unit kerja sesuai dengan sebaran tenaga yang ada. Jadi yang terasa kurang disini memang tenaga medisnya. Saya cuma sendirian. Padahal WISN saya 3 tahun berturut-turut 1,7 – 2,2 jadi harus lebih dari 2 orang sebenernya. Karena itu kalo ditanya saya senengnya bagaimana ya kalo ada 2 orang dokter.
    Ditempat mas Lukas dan banyak tempat lainnya bisa jalan itu bagus sekali.
    ini masalah spesifisitas daerah. bukan masalah rebutan jabatan.
    thanks lho udah ikutan ngeramein diskusi disini.

  17. ah bisa aja mas jojok ..
    sebenarnya kalo dasar hukum sekarang ini belum ada lagi yang baru. Dasar hukum yang lama Kepmenkes 128/2004 itu menyebutkan bahwa kepala puskesmas adalah sarjana kesehatan.
    Di tempatnya mas Lukas mungkin sudah pake PP 41 yang saat ini belum ada penjelasan dari sisi kesehatannya oleh menkes. Harusnya memang terbit kepmenkes baru untuk menggantikan 128/2004 yang bertentangan dengan PP 41 itu.
    Kalo bidan kayaknya belum bisa, atau lebih tepatnya belum ada yang bisa karena baru aja dibuat disiplinnya Sarjana Kebidanan yang setara dengan Sarjana Keperawatan. Seingat saya kalo sarjana kebidanan karena baru aja mungkin belum ada yang lulus. Tapi kalo ada ya kesempatan sama.
    Yang jadi rame lagi ada pendidikan sarjana kesehatan masyarakat di UI yang dengan peminatan Kesehatan Reproduksi, apa ini nanti juga akan gabung menjadi sarjana kebidanan, seperti sarjana gizi yang sekarang juga berdiri sendiri.
    Menurut saya sbenarnya bila hukum pastinya sudah ada ya mau ngga mau pemda harus menyesuaikan. Tapi mengatur puskesmas juga bukan hanya dengan modal pendidikan, pengalaman dan bakat memimpin juga biasanya memegang peranan. Di puskesmas krejengan ini, saya sebulan ini cuma ada 4-5 hari ada di pkm, dan semua yang atur ka TU saya, beliau juga seperti mas Lukas adalah lulusan SMA, tapi kesenioran beliau selalu dihormati sama temen-temen lainnya. Sehingga tanpa saya pkm jalan terus tuh .. saya cukup nanya satu orang saja.
    Kayaknya pe-er pemerintah masih cukup banyak, terutama dalam mengembangkan kepemimpinan.

    ah saya jadi ngelantur ..

  18. Mau ke depan, bisa ditanya ini kita kemana, mau ngapain disana, mau bawa apa kesana, siapa yang mesti ikut de es te. Itukah gejala mau memimpin atau bisa memimpin ??
    bawa ke DPR di voting….
    bawa ke atas di politik siiiiirrrrr.
    bawa ke bawah ya… gesek-gesekan.
    Apa kursi itu yang jadi sasaran ???
    Butuh akreditasi kepemimpinan kali ya…kita-kita ini.

  19. Ya pak serba salah .. ada aturan, mau ditepati ada gesekan, mau tidak diindahkan ya juga aneh ..
    Tapi intinya kegiatan pelayanan berlangsung dengan baik ..

  20. adib

    Kalo dokter jadi kepala puskesmas (struktural) kan banyak acara2 koordinasi, rapat2, menggerakan bawahan, mengendalikan bawahan, menyusun perencanaan, ……de es te yang berbau manajemenlah, terus apa bisa melayani pasien (kuratif/rehabilitatif) secara optimal???. Pasti PASIEN JADI KORBAN.
    Dan sebaliknya, kalo dokter tersebut asyik menjalankan fungsi kuratif atau rehabilitatif aja, bagaimana nasib manajemen puskesmas yang mempunyai yang nota bene mempunyai tugas pokok menggerakan masyarakat, dan fungsi manajemen lainnya, apa ndak berantakan puskesmas itu??? Pasti PUSKESMAS JADI KORBAN, dan pada akhirnya juga PASIEN JADI KORBAN, ya nggak…
    Untuk itu, marilah kita saling berinstropeksi diri masing-masing, Dokter juga SKM, siapa sebenarnya jati diri kita masing-masing, tinggalkan ego, pikirkan dan renungkan apakah perebutan kekuasaan ini akan berujung pada peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
    Kalo saja ada okter yang mampu mengelola manajemen sekaligus upaya pengobatan dengan baik, silakan jadi kepala puskesmas, kalo ndak mampu, ya pilih salah satu, saran saya ya ke Fungsional saja. Kalo ada SKM yang ternyata tidak ahli manajemen, ya legowo untuk tidak jadi kepala puskesmas, tetapi kalo SKM tersebut memang mampu KENAPA TIDAK JADI KEPALA PUSKESMAS, bahkan HARUS.

  21. Setuju.
    Posting diatas memang ditujukan untuk introspeksi peran dokter dan kepala puskesmas di Kabupaten Probolinggo.
    Disini pemerataan tenaga medis belum sebaik temen-temen di kabupaten lain.
    Sejak awal saya bekerja disini pasien tidak pernah saya korbankan. Justru kadang-kadang untuk rapat di kota probolinggo saya harus nunggu kendaraan yang sedang merujuk pasien.
    Mengertilah, temen-temen sekalian, ini bukan keinginan dokter untuk memonopoli pekerjaan di puskesmas. Ini analisis berdasarkan ketenagaan yang ada saat ini. Kenapa saya merasa lebih baik ada dokter yang ditambahkan kesini karena saya bisa berfungsi baik di manajemen, dan perlu bantuan di sisi medisnya yang memang banyak banget. So kalo memang itu kebutuhan kami SKM DI PUSKESMAS INI SEDANG TIDAK DIBUTUHKAN! Dan itu KENYATAAN.

  22. kalo mau rapat, tetapi harus nunggu dulu ngrujuk pasien, itu artinya manajemen yang dikorbankan, ya nggak?… jadi untuk menjadi peran ganda, sbg pejabat fungsi yakni melayani pasien dan sekaligus sebagai manajer yang handal, rasanya sulit dech… dua-duanya harus jalan, bahkan sering secara bersamaan.

  23. Betul, memang nyaris mustahil bagus 2-2nya sekaligus. Tapi kalo sementara ngga ada tenaga ya .. gitu deh pengaturannya. Untuk rapat kita masih bisa dapat informasi belakangan dan berubahnya data dalam hitungan bulanan. ketinggalan sedikit ngga akan merubah angka kesakitan atau kematian.
    Tapi kalo pasien hitungannya menit dan detik, salah menentukan tindakan yang harus diambil yang berakibat keterlambatan dan bisa fatal.
    Dan kebetulan tempat saya kalo rujukan kurang lebih 10KM dari RS. Jadi kalo ngerujuk paling lama 20 menit kalo nunggu emang pas ada jadwal rapat.
    Masuk akal kan sekarang kalo saya bilang lebih baik rujukan dulu daripada nganter saya ..

  24. TEPAT, PRIORITASKAN PASIEN….
    Tetapi ada banyak cara agar manajemen tidak dikorbankan.
    Pertanyaanya:
    1. Mengapa harus nunggu tukang antar rapat? apa kendaraan itu satu-satunya di puskesmas?

    2. Apa benar, rapat hany menyangkut data kesakitan atau kematian. Ada banyak hal yang harus dibicarakan dalam rapat. Koordinasi, sosialisasi, singkronisasi, integrasi program dengan lintas program/ sektor terkait.

    Mari kita renungkan apa fungsi puskesmas sebenarnya? Fungsi pemberdayaan/ penggerakan masyarakat jangan sampai dilupakan. Ke depan fungsi pengobatan diserahkan ke dokter keluarga, puskesmas hanya menjalankan fungsi promotif dan preventif. Ini harus kita persiapkan mulai sekarang. Jangan hanya demi pasien (kuratif), yang lain terbengkalai.

    • Lho kok bisa tersesat di “padang ketupat” ..
      ok, mainlah kesini .. bagian utara bromo adalah wilayah kerja puskesmas sukapura .. dokternya teman baik saya .. nanti kalo datang paling pas kalo di saat mau ada acara “penobatan dukun” hari KASADA. Rame yang datang ke bromo. dan biasanya kami bertugas ..

      Wah sayang ya .. padahal ketupat itu cara makannya yang sip .. *pasti bentar lagi pak sjahrir komentar.. dia paling ngga tahan kalo ada yang bikin postingan ada bunyi-bunyinya makanan*

      Salam

  25. Saya ikut kalau ke bromo pak, nginep di Tosari saja.. puskesmasnya pakai Simpus saya dan sampai sekarang belum sempat saya tengok. Nunggu asupan gizi dulu buat kesana hehe..

    @pak Adib… kemarin saya titip salam lho sama staf dari HSS yang ikut evaluasi Simpus Kalsel, sampai ndak ya ?

    • coba ya .. ini namanya sabotage tamu namanya .. orang mau lewat probolinggo malah disuruh lewat pasuruan .. lain waktu kalo ada yang mau pake simpus “lereng merapi” saya minta pake yang agak timuran dikit .. (surakarta?) *agak timur dikit* (nganjuk?) *oh kelewatan ..* ooo ng*w* .. hehehhe gimana mas jojok ilmu peta buta saya ? ..

  26. coba ya .. ini namanya sabotage tamu namanya .. orang mau lewat probolinggo malah disuruh lewat pasuruan .. lain waktu kalo ada yang mau pake simpus “lereng merapi” saya minta pake yang agak timuran dikit .. (surakarta?) *agak timur dikit* (nganjuk?) *oh kelewatan ..* ooo ng*w* .. hehehhe gimana mas jojok ilmu peta buta saya ?

  27. hehehe…menjamu tamu nya di probolinggo, nginepnya di Tosari..tenang pak, gak bakal disabotase deh.. 🙂

    “Simpus Lereng Merapi”… sepertinya ada yang memberikan usulan nama yang cukup bagus.. seperti dunia persilatan saja itu. Habis baca Nagasasra Sabukinten, nama itu cukup ‘menggetarkan’.

    Simpus Ngawi ? sebelum Ngawi ada Simpus Surakarta, Simpus Karanganyar, Simpus Sragen.. tinggal pilih kok..

    siap-siap acara puncak HKN nih pak ? dah lama menunggu tulisan pak Agus nongol lagi seperti biasa..

    • Hahahaha .. nagasasra sabukinten .. NS v12.0 wah bagus .. kalo tahu mau dinamakan ala Api di Bukit Menoreh yg ngga tamat-tamat itu .. dari dulu deh saya usulkan nama semacam Jaladiri Wisanggeni .. atau mungkin gayanya Asmaraman S Kho Ping Ho .. Kumbang Merah Pengisap Kembang … waahh kan kocak tuh ..
      *sudah.. sudah..*
      HKN benar-benar sampai ke puncak dan ujung. Tanggal 30 baru bisa diadakan karena dicocokkan dengan jadwal bapak bupati .. mabok negosiasi dengan protokoler. terpaksa ngalah .. wong namanya juga grassroot ..

      Kapan-kapan sy bikin simpus krejengan ah .. oya .. kemaren saya ketemu UNICEF .. mereka terkesan sekali bahwa yang sekarang dianggap system yang stabil menurut beberapa kabupaten bisa saya pertanyakan kemungkinan kolaps-nya .. dan semuanya dengan ucapan-ucapan mereka sendiri .. kasian juga .. rupanya belum tersosialisasi sampai kesana. Nanti saya akan diberi kesempatan untuk mengikuti satu diskusi tentang hal ini. Ngga tahu tingkatnya apa .. paling maksimal ya propinsi ..
      Ah jadi pengen nulis masalah simpus lagi …

  28. Ditunggu gebrakan Jurus Simpus Krejengan, dari Kadipaten Probolinggo..mudah2an ada Ajian pamungkas yang bikin jurus simpus lain kolaps …. yang jelas di belakang Simpus Lereng Merapi, sudah ada panembahan agung yang siap membantu dengan lelaku dan jurus rahasianya… Panembahan Marijan.

    tentang UNICEF dan lain-lain, saya juga lagi nunggu perkembangannya. sayang belum ada lagi kesempatan diskusi dengan staf Wonosobo. tapi yang jelas kalau benar pak Agus besok bisa ikut diskusi, ditunggu hasilnya di blog ini..

  29. Ribut apa to ini?
    wuah…tampaknya perdebatan akan wacana ini juga menyeruak di daerah2 lain..saya pikir di Aceh aja..
    Kalau mau jujur ya, sebaiknya dokter dan SKM sama2 mawas diri lah…jabatan itu amanah..dipertanggungjawabkan dunia dan akherat…
    Kemampuan seseorang itu bukan dinilai dari adu mulut atau adu otot, tetapi dinilai dari seberapa konkrit karya yang dihasilkan dan manfaatnya bagi ummat. So, mari kita belajar lagi..

    Ayahrafi
    Belajar – Berkarya – Beribadah
    Amsterdam

    • ah .. mas adib datang lagi .. trims, mas .. dari kandangan ya kan ya .. titip ketupatnya kapan-kapan .. kangen saya lewat disana subuh-subuh.
      ya betul .. insya Allah tidak ada yang dikorbankan kok .. main kesini kapan-kapan, mas adib .. saya mengembangkan pemberdayaan di kecamatan ini yang saya dapat justru di kalimantan selatan waktu ptt dulu. Begitu banyak ilmu yang saya dapatkan dulu itu di kecamatan FHN yang merupakan cikal bakal pemberdayaan dengan pola desa sehat. Dulu sekali ada yang dinamakan pemberdayaan dengan pola tim PKMD. ternyata sampe sekarangpun pola itu masih bisa digunakan. Meskipun kalo kita sedikit mendalami sudah begitu banyak perkembangan yang dimasukkan didalamnya. BPP, Gerakan Sayang Ibu yang diubah taste-nya menjadi P4K, Desa Siaga dan lain kembangan2 menurut saya adalah upaya pemerintah yang cukup produktif bila dijalani dengan benar untuk memberdayakan masyarakat.

      Ngga ada yang dikorbankan dari sisi manajemen, karena justru karena itulah saya dijadikan ka puskesmas ndeso disini. Dan insya Allah disini rapatnya juga ngga tentang angka kesakitan aja. Hehe pasti aneh sekali .. kalau memang cuma itu yang diperhatikan. Bahkan kalo diingat-ingat pelatihan-pelatihan yang diberikan ke saya lebih banyak dari sisi manajemennya ketimbang sisi teknisnya.

      Kalau saya bilang manajemen berjalan lebih lambat ketimbang masalah nyawa yang ada di pasien sama sekali bukan maksud menghilangkan atau meremehkan unsur manajemen. Justru keberhasilan pelayanan hanya bisa baik bila manajemen klinis maupun manajemen operasionalnya berjalan dengan baik juga.
      Menjawab pertanyaan apa cuma satu kendaraan, iya untuk saat ini. karena yang satu sudah lama tidak beroperasi lagi dan sudah kami pulangkan ke dinas kesehatan. Ya, juga karena ke dinas kesehatan cukup jauh dari sini. Ada juga kok beberapa kali saya pake bis ke kota probolinggo.
      Main lah kesini .. jadi tahu keadaan disini, biar saya ngga dikira mengorbankan salah satu kerjaan pkm gitu loh .. hehehe. Temen-temen dari Tanjung kemaren ke sini untuk studi banding .. nanti kalo kesini kita bisa jalan-jalan lihat gunung Bromo
      salam, mas adib

  30. wiwin handayani mohamad

    saya senang dengan perdebatan ini,, kelihatan sekali pola pikir dokter masih belum berubah.. masih merasa lebih pinter dari disiplin ilmu yang lain… padahal semua disiplin ilmu sama cuma dokter banyak memahami fisiologi dan patologi tubuh manusia,, jadi apa salahnya lebih consent ke situ,, dokter akan lebih berguna dan bermakna jika berhasil mengobati pasien,,,,

    • Saya senang anda mau ikutan di sini, mba Wiwin .. tapi sudahkah anda membaca dengan seksama posting ini .. atau hanya dibagian awal dan merasa ada disiplin ilmu lain dipojokkan terus berkomentar ?

      Mohon dibaca dulu, karena type fast reader seperti anda sudah ada diatas dan sudah saya jelaskan ..

  31. Khairil anwar

    Wah asyik juga ya baca comment tentang perdebatan SKM atau Dokter yang cocok jadi ka.PKM, saya baru saja dilantik jadi kepala Puskesmas, saya seorang SKM yang menggantikan seorang Dokter, Seperti diwilayah kerja saya Kabupaten Ogan Ilir jumlah dokter yang ada hanya sekitar 18 orang saja, sementara Puskesmas yang ada 24 bh, saya sangat setuju dengan pendapat mas adib, apabila kepala Puskesmas dipimpin oleh seorang dokter yang merangkap tugas fungsional saya yakin Puskesmas tersebut akan terbengkalai urusan manajemennya, upaya – upaya preventif dan promotifnya, karena dokter akan dengan sibuknya mengurusi upaya – upaya kuratif dan rehabilitatif.

    • Alhamdulillah disampaikan dengan santun. Terimakasih mas Khairil Anwar. Memang ini sedang jadi masalah yang merata di seluruh tanah air. Yang saya coba sampaikan diatas tidak ada kaitannya sama sekali dengan kemampuan memimpin atau manajemen, kedua itu bisa dipelajari. Saya rasa saat ini mas (atau uda?) Khairil sudah memahami itu. Terlebih bila sudah lama di puskesmas kita akan menyadri bahwa yang dipelajari di bangku kuliah hanyalah dasar-dasarnya saja.

      Yang saya coba sampaikan diatas adalah bukan sekedar kepentingan dua kelas lulusan profesi yang sangat semestinya bersaudara, namun lebih pada tipikal wilayah masing-masing. Di Kabupaten Probolinggo ini bila diharapkan satu puskesmas diisi satu orang dokter dan satu orang SKM sebagai ka PKM bisa disebut sebagai mewah. Saya yakin suatu saat memang akan tercapai kesana. Akan tetapi dalam waktu dekat pasti belum. Mungkin sekitar tahun 2020 pengadaan SKM di Kab probolinggo akan mencukupi semua puskesmas. Sekarang, masih ada beberapa puskesmas yang bahkan hanya dipimpin oleh seorang perawat, dalam kenyataannya profesi perawat itu – tanpa bermaksud mengecilkan – sama-sama fungsionalnya. Itulah sebabnya bila puskesmas2 tadi diberi tenaga dokter PNS, pasti akan dibebani sebagai pimpinan puskesmas. Jadi pilihannya tetap saja bila sekarang anda tanya bupati saya, mana yang terbaik, pasti dokter. Karena kepentingan tadi. Semata-mata. Bukan karena selalu lebih baik.

      Posting ini sudah hampir 2 tahun sekarang, kalo anda lihat itu tahun 2008 bermula cerita. Sampai sekarang, saya lihat SKM, dokter gigi dan MKes yang jadi kepala puskesmas sudah mencoba untuk tampil yang terbaik. Beberapa bahkan ada yang patut diacungi jempol, salah satunya puskesmas dekat tempat saya bekerja. MKesnya mengelola manajemen sumber daya dengan baik, sementara dokternya mengelola manajemen operasional pelayanan dan program, tanpa pernah bertabrakan. Ini mengingatkan saya bahwa seorang sarjana pasti dibebani kemampuan manajerial. Jadi pada tempatnya keduanya bisa berlaku sebagai manajer. 😀
      Harapan kami tidak terjadi pergesekan seperti ini di Ogan Ilir.
      Salam Sehat !

Leave a reply to limpo50 Cancel reply